Selasa, 10 November 2009

Welcome to Fujisaki Inn

Gila! Well, cuma itu satu kata yang cukup mewakili perasaan Naoto saat ini. Masalahnya, dia sampai kehilangan kata-kata karena begitu gembira. This is crazy, man!! Seorang anak lelaki konyol macam Naoto diundang masuk di sekolah penyihir. Bisa-bisa dunia ini runyam nanti. Sekarang saja, di otaknya sudah muncul bermacam-macam ide usil untuk mengerjai teman-temannya dan mungkin kedua adiknya saat dia sudah menguasai sihir nanti. Mulai dari melenyapkan barang dan memunculkannya kembali, mengubah benda menjadi serangga yang banyak dibenci seperti kecoa --tentunya target yang dituju adalah kaum hawa dong, sampai pura-pura jadi super hero. Barangkali dengan sihir, dia bisa berubah wujud seperti ksatria baja hitam. Henshin! Gila, keren banget kan!

Karena itulah, suasana hatinya dengan cepat terisi dengan euforia --bahagia, lah. Lupakan yang sedih-sedih, lupakan Nagisa. Kalau dia menguasai sihir, dengan mudah dia pasti bisa menggaet gadis yang jauh lebih seksi dan cantik daripada nona-tukang-selingkuh itu. Lihat saja nanti, Naoto bakal jadi pesulap sekaligus komedian ulung. Catat, ya. KOMEDIAN. Bukan badut! Naoto benci jika dijuluki badut. Okay, kembali berandai-andai. Humor Naoto yang agak basi bisa menjadi lebih berisi dengan pertunjukan sihir --pasti dong. Pikirannya membawa dia dalam khayalan tingkat tinggi yang semakin jauh. Dia membayangkan dirinya akan jadi terkenal karena kekuatan sihirnya dan membuatnya menjadi milyuner dalam sekejap! Dia akan belikan orang tuanya rumah baru, mobil baru, motor baru untuk kedua adiknya --masing-masing satu tentu dan apartemen untuk dirinya sendiri. Mantap!

Tiba-tiba sebuah jitakan keras di pelipis kanannya membuyarkan segala mimpi dan angannya. Naoto mendelik --kesal karena diganggu dalam saat-saat krusial yang menggetarkan jiwanya. Lebay.

"Mau bengong sampai kapan, Nao? Kereta sudah hampir berangkat ke Akita!!"

Rupanya sang ibu tercinta lah yang telah menjitaknya dan langsung memberi umpatan keras. Apa katanya tadi? Kereta hampir berangkat? Wooo, benar juga. Saat ini dia sedang di stasiun kereta Tokyo hendak berangkat menuju Akita!!

"Oh.. Arigatou Haha. Jaa," ujar Naoto seraya mengecup kedua belah pipi sang ibu dengan cepat, kemudian berlari masuk ke dalam kereta. Nyaris saja tertinggal. Begitu anak itu masuk, pintu kereta langsung menutup.

Perjalanan ke Akita memakan waktu cukup lama. Tidak tahu tepatnya berapa lama karena selama di perjalanan, Naoto tertidur pulas. Aliran air bening sampai mengalir dengan manis dari sudut bibirnya yang terbuka. Jelas menarik perhatian orang-orang yang duduk di dekatnya. Cakep-cakep ngiler, sih. Tak sadar dia bahwa beberapa anak perempuan tertawa cekikikan saat melihat pemandangan tersebut, tak sedikit pula yang merekam momen tersebut dalam kamera mereka. Dasar bodoh.

Okay, sekarang Naoto sudah ada di depan pintu Fujisaki Inn. Penginapan dan bar penyihir, eh? Entah seperti apa isi dalamnya. Apakah makanan dan minuman melayang sendiri menuju meja pembeli? Apakah banyak orang-orang dengan topi runcing penyihir dan berhidung bengkok penuh bisul? Penasaran.

Brakkk

Dengan cepat dan cukup keras, Naoto membuka pintu penginapan tersebut dan langsung kepalanya membentur bel yang tergantung di sana. Ouch~

Manik coklatnya melahap seisi bar itu. Mencari-cari keanehan yang bisa dikaitkan dengan sihir.

Hmm..

Tak ada..

Mengecewakan. Bar itu bar biasa.

Ya sudahlah. Dengan cuek Naoto melangkah menuju konter untuk memesan kamar dan tentunya makanan. Perutnya sudah keroncongan setelah perjalanan yang begitu panjang. Bayangkan saja jika di dalam perutmu ada seekor naga yang perlu diberi makan. Jika kelaparan, maka naga itu akan mengamuk dan membakar seluruh isi lambungmu! Yah, tidak separah itu sih. Pokoknya, Naoto anti lapar!

"Konnichiwa, pesan 1 kamar dan makanan yang paling lezat di sini dong. Lapar, nih," ujar Naoto seraya melipat kedua tangannya dan meletakkannya di konter bar --nyengir pada si pegawai magang.

*****

Maniknya yang sewarna brownies masih asyik mengamati seluruh penjuru ruangan. Mengamati lampion-lampion yang bergelantungan di langit-langit. Lucu juga, menggunakan lampion sebagai media penerangan. Sepertinya pemilik toko ini menyukai suasana remang-remang romantis. Kemudian bocah itu mengamati berbagai tipe manusia yang wara-wiri di sekelilingnya. Menarik juga, pikirnya. Banyak sekali bocah-bocah yang modis. Sedikit membuatnya minder karena pakaian favoritnya hanya celana pendek dan kaos oblong tua. Adem kalau dipakai. Mungkin setelah memesan makanan nanti, dia akan menyapa satu-dua orang untuk dijadikan teman di awal kehidupan barunya sebagai err-- calon penyihir.

"Hm, kamar nomor 117, kalau makanan, kusarankan ramen. Mau? Harganya 250 yen, sedangkan kamar, dibayar kalau sudah selesai dipakai." ujar salah seorang pegawai magang.

Ramen, eh? Salah satu masakan yang sangat dikuasai oleh Naoto. Ramen dengan kuah miso ditambah sedikit cabai bubuk --hmm, tak ada yang bisa membandingi kenikmatannya. Liur Naoto membayang di sudut bibirnya, perutnya semakin keroncongan. Mungkin lama-lama bisa membuat Naoto sedikit bergoyang, musik keroncong-an gitu, lho! Becanda.

"Boleh. Saya pesan ramen. Doumo," ujar Naoto sambil menyodorkan uang 250 yen pada si pegawai magang.

Bocah itu membalikan badan, menatap meja-meja yang ada di bar itu. Ramai juga, sepertinya akan cukup sulit mendapatkan meja kosong untuk makan sendirian. Itu artinya dia harus bergabung dengan seseorang. And, that's what Naoto wants!

Matanya memandang ke sebuah meja yang terletak di tengah ruangan, ada seorang bocah yang sebaya dengannya sedang duduk disana. Entah sedang apa. Mungkin bocah itu juga sama seperti dirinya, calon tukang sihir --takkan sehebat Naoto pastinya. Dengan ringan, Naoto melangkahkan kaki panjangnya kesana, menarik kursi dan menghempaskan pantatnya dengan nyaman disana.

"Halo," sapa Naoto pada bocah tersebut --melemparkan senyuman tipis yang mampu membuat gadis-gadis jatuh pingsan dan sebuah kedipan mata.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar