Selasa, 10 November 2009

Oh My Red Ribbon

Ohayou gozaimasu~

Samar-samar terdengar suara-suara orang bertegur sapa di telinganya. Berisik sekali. Bocah itu membenamkan kepalanya di dalam bantal, mencoba menghilangkan suara-suara ribut yang mengganggu tidurnya itu. Siapa, sih pagi-pagi sudah bertandang ke rumah orang? Apakah ibunya lagi-lagi mengadakan arisan pagi? Atau lagi-lagi adik-adiknya membawa teman-teman sekolah ke rumah? Kuso-- ini masih jam berapa? Ayam pun belum berkokok --err, mungkin sudah.

Berisik. Berisik. Berisik.

Naoto membuka matanya dan duduk di futonnya dengan geram. Hampir saja ia berteriak jika tidak disadarinya bahwa ia tidak berada di kamar rumahnya.

Oh yea. Aku di Fujisaki Inn.

Kruyuuukk~

Naga di perutnya kelaparan sampai berbunyi senada dengan suara ayam jago. Membuat lambungnya terasa sedikit perih dan kembung. Bocah itu menggeliat --meregangkan otot-otot kakunya setelah tertidur pulas lalu bangkit berdiri. Masih mengenakan pakaian kebangsaannya --kaos oblong tipis ditambah celana pendek sedengkul. Cukup dengan cuci muka dan gosok gigi, menyisir rambut --VOILA, dia sudah siap untuk turun ke bar dan sarapan pagi --memuaskan naga lapar di perutnya sebelum naga itu menyemburkan api yang akan membuatnya jumpalitan di tempat tidur.

Kedua kaki panjangnya melangkah seirama dengan sedikit ritme teratur. Sayang dia lupa membawa walkmannya kemari. Kalau ada kan, dia setidaknya bisa berdansa sedikit. Mungkin nanti dia akan minta ibunya mengirimkan walkmannya ke sekolah.

Lapar. Bocah itu segera melangkah ke konter dan memesan dua porsi Okonomiyaki ukuran besar dan segelas ocha panas. Jangan salah, meski badannya kurus, Naoto termasuk pelahap apa saja alias rakus. Sambil melenggang, dia melangkah ke sebuah meja yang nampaknya telah dihiasi oleh dua sosok cantik. Apa yang lebih bagus daripada menyambut pagi dengan sarapan bersama dua bidadari? Tak ada. Apalagi di rumah Naoto, satu-satunya wanita adalah ibunya.

"Hei, nona-nona. Boleh saya bergabung bersama kalian disini?" ujarnya sambil mengedip pada kedua bidadari itu.

*****

"Ohoho, silahkan~" balas salah satu bidadari itu –ikut mengedip, "Silahkan duduk~ aku Nao, namamu?".

E? Kedipanku dibalas. Yatta– anak satu ini manis juga kalau dilihat.

“Arigatou,” ujar Naoto lalu menghempaskan bokongnya di kursi, “Namaku juga Nao. Lengkapnya Naoto Matsushima. Kebetulan sekali, ya nama panggilan kita sama.”

Bocah 15 tahun yang kelaparan itu tanpa basa-basi ataupun menunggu reaksi dari Nao –langsung melahap okonomiyakinya. Oishii! Boleh juga masakan di bar ini. Tak kalah dengan okonomiyaki buatannya. Gini-gini Naoto jago masak, lho! Mau coba? Boleh. Kapan-kapan.

Ohayou, minna-san~ Boleh aku duduk di sini? Namaku Arisa Shinohara, panggil saja Arisa. Douzo yoroshiku!”

Masih mengunyah okonomiyakinya, Naoto melirik ke arah suara milik Arisa Shinohara. Another girl? Sugee-. Rupanya dewi fortuna sedang berpihak padanya. Dengan begini, mungkin lebih mudah untuk melupakan Nagisa.

“Ohayou, Arisa-chan. Naoto desu,” ujarnya setelah menelan potongan okonomiyaki di mulutnya lalu menoleh pada satu bidadari yang sejak tadi belum membuka mulut padanya (Sakura Ieyoshi,red), “Kalau kamu? Siapa namamu?”

"Minna-chan tidak makan?"

Tiba-tiba gadis bernama Nao yang imut dan lucu itu melontarkan pertanyaan yang membuat Naoto bingung -nyaris tersedak. Bukankah dia sedang makan di hadapannya? Oh, mungkin pertanyaan tersebut dilontarkan untuk kedua anak perempuan yang lain. Cuek. Naoto lapar, nanti saja bercandanya. Naga di perut harus dilayani sebelum lambung Naoto terbakar. Ada saatnya bercanda, ada saatnya makan.

“Aku sedang makan, kok,” ujar Naoto singkat sambil terus melahap okonomiyakinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar