Selasa, 24 November 2009

Happy Onsen~

Pagi itu Naoto terbangun pagi sekali gara-gara mimpi buruk yang membuat moodnya jadi jelek. Dalam mimpinya, dia dikejar-kejar serigala buas yang dia timpuki batu karena hendak menyerang Nagisa. Bocah jangkung itu terus berlari dan berlari sambil menggandeng tangan perempuan yang pernah menjadi seseorang yang berarti di hidupnya itu. Berlari sehingga jantungnya terasa nyaris meledak. Parahnya lagi, Nagisa yang hendak dia lindungi tiba-tiba menyeringai ke arahnya saat mereka sudah berada di tempat aman. Gigi taring khas drakula terlihat jelas di sudut kanan dan kiri mulut Nagisa yang kemudian terlihat semakin dekat—hendak menggigitnya. Saat itulah dunia nyata menariknya keluar dengan cepat.

Jemari bocah itu meremas dadanya, rasa sakit tiba-tiba mendera organ vital yang ada di balik kulit dan tulang dadanya, membuat wajahnya berubah pucat dan bibirnya membiru. Seringai Nagisa berulang-ulang terbayang dalam benaknya. Naoto memejamkan kembali kedua matanya dan mencoba mengatur nafasnya yang memburu. Rasa sakit perlahan menghilang seiring dengan ketenangan yang kembali didapatkannya.

Apakah Nagisa begitu benci padaku?

Perlahan bocah jangkung itu berdiri dari tempat tidurnya, meraih sebotol air putih dan menenggaknya dengan cepat. Diambilnya pakaian ganti dan perlengkapan mandi dari bawah tempat tidurnya. Mungkin air panas onsen bisa membuat perasaannya kembali membaik. Dengan cepat kaki-kaki panjangnya melangkah menuju onsen tanpa memedulikan orang-orang yang dia temui dalam perjalanan singkatnya itu.

Perlahan, Naoto menggeser pintu onsen dan melangkah masuk. Browniesnya menangkap dua sosok anak laki-laki yang dikenalnya tengah berendam di sana sedang bercakap-cakap. Syukurlah, hari itu onsen tidak terlalu ramai. Bocah jangkung itu sedang tidak dalam kondisi fit—jasmani maupun jiwani.

"Ohayou. Hiro-chan, Tetsu."

Tanpa banyak bicara, Naoto mencelupkan satu persatu kakinya setelah terlebih dahulu meletakkan pakaian ganti dan peralatan mandi di pinggir onsen. Masuk ke dalam air dengan cara yang normal. Kemudian, dia membasahi sebuah handuk kecil, melipatnya membentuk segi panjang lalu meletakkannya menutupi kedua matanya. Kepala dia sandarkan di pinggir onsen—menikmati sensasi hangat yang mulai menjalari tubuhnya, membuatnya merasa sedikit lebih rileks meski rona pucat di wajahnya belum hendak beranjak pergi. Naoto melakukan semuanya dalam diam seolah tak peduli meski mungkin kedua temannya keheranan dengan tingkah lakunya yang tidak biasa itu.

Well, sekarang harus mulai dibiasakan karena badut tak selamanya melucu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar