Rabu, 18 November 2009

About Family

Keluarga. Ini pertama kalinya, lho, bocah itu dipercaya untuk berada jauh dari rumah. Biasanya, untuk keluar rumah saja dia harus ijin dulu sama Okaasan yang benar-benar luar biasa super protektif padanya. Wajar, sih. Namanya juga seorang ibu yang mengkhawatirkan putranya. Apalagi mengingat kondisi jantungnya yang lemah. Kalau bukan karena dukungan dari oyaji, mungkin bocah itu sekarang takkan ada di Ryokubita. Aneh juga sebenarnya berada jauh dari rumah. Biasanya dia bisa tukar pikiran dengan kedua adik kembarnya, Kazu dan Kou. Disini, dia belum mendapat teman yang enak diajak bicara. Namanya juga tempat baru. Mudah-mudahan saja dia bisa segera mendapat teman dekat disini.

Bocah itu mengayunkan kaki-kaki panjangnya melangkah ke arah taman utama kastil Ryokubita. Taman yang penuh dengan bermacam-macam bunga berwarna-warni. Tempat yang pastinya akan sangat disukai oleh Okaasan dan mungkin—Nagisa. Bocah itu pun menyukai tempat-tempat hijau yang tenang untuk sekedar menikmati keindahan alam yang tercipta oleh satu keajaiban tanpa batas. Mencerna setiap proses kehidupan, setiap kenangan yang pernah dialaminya. Percayalah, di saat manusia sedang terbelit dalam masalah, mereka butuh waktu untuk menyendiri. Perlahan-lahan mengurai tali-tali masalah yang membelit hingga kembali lurus dengan kepala dingin. Tak pernah ada masalah yang tak memiliki jalan keluar. Asal manusia bisa mengontrol ego maka semua akan terlihat lebih mudah.

Kristal browniesnya menyapukan pandangan ke seluruh area taman, mencari-cari spot terbaik untuk sekedar melemaskan kaki atau membaringkan tubuhnya. Menikmati ketenangan dan semilir angin lembut yang memanjakan kulitnya. Bocah itu menghirup udara dalam-dalam—merasakan aliran udara masuk melalui saluran pernafasannya langsung menuju paru-paru dan kemudian menghembuskannya. Udara yang harum memang membuat badan terasa segar. Jelas, udara disini jauh lebih bersih daripada udara di lingkungan rumahnya yang telah terpolusi.

Kakinya kembali melangkah—dibimbing oleh jalan setapak berbatu, menuju sebuah kolam yang bayangannya tertangkap oleh kristal browniesnya. Gemerisik bebatuan yang terinjak olehnya memecah keheningan. Semakin dekat ia pada kolam tersebut, dilihatnya satu sosok gadis sedang duduk di tepian kolam bersama seekor kucing berwarna hitam-putih. Sepertinya sosok itu pernah dilihatnya di suatu tempat. Ini bukan bermaksud menggombal murahan, dia benar-benar pernah melihat gadis itu. Ya, mereka satu gerbong di kereta. Gadis yang tertimpa tas itu—Aoi Mizuno-san. Bocah kurus itu melangkah mendekat. Jika kenal, tak menyapa sama artinya dengan tak sopan. Begitulah prinsip seorang Naoto Matsushima. Apalagi ekspresi gadis itu nampak kesepian. Siapa tahu kehadirannya bisa sedikit menghibur.

"Konnichiwa. Mizuno-san? Keberatan bila aku ikut duduk disini?" sapanya sambil tersenyum lebar pada gadis itu.


*****

"Matsushima-san? Tentu saja Saya tidak keberatan, silahkan saja," Mizuno-san menjawab sapaannya seraya menggeser posisi duduknya sehingga bocah itu bisa duduk di sampingnya. Bocah itu pun menghempaskan bokongnya perlahan pada karpet hijau lembut milik sang bumi. "Arigatou," ujarnya dengan senyuman lembut pada sang gadis.

Naoto hanya mengenal dua orang kaum hawa dalam lima belas tahun hidupnya, okaasan dan Nagisa. Okaasan adalah seorang wanita berparas lembut yang senantiasa tersenyum. Apabila gurat-gurat kecemasan muncul di wajahnya, penyebabnya hampir selalu adalah dia. Hal itu sebenarnya cukup membuat seorang Naoto mendengus kesal pada dirinya sendiri, dia tak suka wanita yang disayanginya itu kehilangan senyumannya. Apalagi karena dirinya. Karena itulah, sebisa mungkin bocah itu menjaga perasaan okaasan dan selalu bersikap manis pada wanita itu. Okaasan senang bila disebut cantik, okaasan senang bila disebut manis. Okaasan adalah kaum hawa dan itu berarti semua kaum hawa suka dipuji dan diperlakukan seperti Naoto memperlakukan okaasan—setidaknya itu menurut pemikiran seorang Naoto. Lalu Nagisa—ah, lupakan saja.

Nagisa kini hanyalah masa lalu baginya. Tak baik terlalu lama terikat dengan masa lalu yang hampir merenggut nyawanya itu. Perlahan jemari Naoto meremas segenggam rumput—emosi sedikit menguasainya untuk sesaat.


"Bagaimana kabar Matsushima-san? Betah di sekolah?" Gadis di sampingnya melontarkan pertanyaan yang membuyarkan lamunannya. Oh, sure.

Naoto bukan orang yang tidak suka bercakap-cakap, justru kebisuan malah membuatnya risih. "Kabarku baik dan sejauh ini, aku cukup betah berada di sini. Bagaimana denganmu, Mizuno-san?" jawab bocah itu sambil menatap mata Mizuno-san. Segaris senyum terukir di wajahnya yang tampan kemudian dengan santai diluruskannya kakinya yang panjang itu.

"Selamat sore Aoi-chan juga Naoto-san, apa kabar? Boleh ikut duduk di sini?" Seseorang datang menghampiri mereka, Tetsu rupanya. Sudah ketiga kalinya mereka bertemu. Mungkin ada jodoh? Untuk berteman, lho. Naoto masih lurus.

"Selamat sore, Tetsu-san. Silakan, duduk saja. Taman ini masih bebas diduduki siapa saja, kok," ujarnya bergurau.

"Halo Aoi-chan~! Naoto-kun dan Tetsu-pyon juga! Ada apa, sih? Hiro boleh ikut tidak? Habis dari tadi Hiro jalan-jalan sendiri terus, tidak ada temannya! Lama-lama jadi bosan, apalagi ternyata Ryokubita itu luaaaas sekali, ya? Hiro sampai tersesat..." Datang lagi satu orang yang tersesat(?). Lagi-lagi bocah yang segerbong dengannya. Rupanya penghuni gerbong nomor satu menyukai taman ini. Ha-Ha-Ha.

"Halo Hiro-chan. Kamu ceria sekali, ya," Naoto tertawa mendengar rentetan kata-kata yang keluar dari bibir seorang anak laki-laki yang kecil itu, "Maunya ada apa, nih? Sini duduk saja daripada tersesat masuk ke kolam itu dan dijadikan makanan ikan." Bocah itu kemudian menepuk-nepuk sepetak rumput di dekatnya untuk diduduki Hiro.

Baguslah, dia sekarang bisa berkenalan dengan mereka—menebus waktu yang terbuang saat di gerbong kereta. Empat orang sudah berkumpul—kucing tidak masuk hitungan—enaknya main apa, ya? Ah! Satu permainan terbersit di kepalanya. Cengiran jahil kini terlukis demikian indah di wajahnya. Permainan ini bisa memuaskan keinginannya untuk saling mengenal dengan teman-temannya sekaligus untuk melampiaskan keisengannya.

"Mau main truth or dare?"

Semoga saja mereka mau.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar